Tapaktuan | Atjeh Terkini.id – Anggota DPRA Daerah Pemilihan IX, Hadi Surya, meminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk turun langsung ke lapangan terkait pembukaan lahan sawit oleh PT ALIS. Permintaan ini telah disampaikan disampaikan juga secara pribadi kepada BKSDA Aceh, setelah melihat peta yang menunjukkan bahwa area yang diajukan perusahaan tersebut berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa Singkil.
“Peninjauan langsung ke lapangan harus segera dilakukan untuk memastikan apakah areal tersebut benar berada di dalam hutan Areal Penggunaan Lain (APL) atau justru sudah masuk ke kawasan konservasi. Dari awal perlu dilakukan ground check, jangan sampai yang tertulis di peta berbeda dengan kondisi di lapangan,” tegas Hadi Surya di Tapaktuan, Kamis (10/7/2025)
Politisi muda dari Partai Gerindra ini menegaskan, karena lahan Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit tersebut berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa, maka dirinya nanti juga akan melihat dokumen lingkungan perusahaan, menurutnya dalam dokumen tersebut wajib memuat deskripsi kawasan konservasi secara lengkap.
“Dalam dokumen lingkungannya harus dijelaskan status dan fungsi Suaka Margasatwa, jenis flora fauna dilindungi di dalamnya, serta peran ekologis kawasan tersebut terhadap sekitar lokasi usaha. Selain itu, analisis potensi dampaknya juga harus ada. Mulai dari gangguan habitat, potensi perambahan, konflik satwa-manusia, potensi pencemaran pestisida dan pupuk ke kawasan, hingga risiko kebakaran hutan dan lahan yang bisa merembet ke Suaka Margasatwa,” kata Hadi Surya yang juga merupakan Alumni Magister Teknologi dan Manajemen Lingkungan USK.
Ia menambahkan, dalam rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan, perusahaan harus membuat sempadan hijau penyangga (buffer zone) dan sistem penanganan limbah agar tidak mengalir ke kawasan konservasi.
“Saya bahkan mengusulkan pembangunan tapal batas permanen agar tidak terjadi istilah ‘beulanda pula labu’ di kemudian hari,” ujarnya.
Hadi Surya juga menyampaikan bahwa secara pribadi ia telah menghubungi Sekretaris DPMPTSP Aceh untuk meminta dokumen lingkungan dan perizinan lainnya terkait izin usaha tersebut. Dokumen-dokumen tersebut akan dipelajari bersama untuk memastikan prosedural, transparansi perizinan, serta pemenuhan kewajiban kebun plasma oleh perusahaan.
“Di tengah era digitalisasi dan keterbukaan informasi seperti ini, jangan ada lagi perusahaan yang berhasil mengelabui negara terkait kewajiban kebun plasma,” pungkasnya.(Khairul Miza)