BALADA INSAN MUDA

- Jurnalis

Kamis, 21 November 2024 - 22:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Riuhnya ruangan rapat pada sore hari itu menambah rasa letih yang kian menjalar di tubuh Hanindya. Menjelang tiga hari sebelum acara PKKMB 2021 dimulai, segala proses acara di persiapkan sematang mungkin untuk menyambut Mahasiswa baru Universitas Palapa.

Disinilah Hanindya Shevaya, gadis yang selalu menebar sejuta senyumnya kepada orang lain sehingga tak heran bahwa Hanindya memiliki segudang teman dari Universitas yang sama maupun Universitas lainnya.

Berkecimpung di dunia panitia sebuah acara sebagai sekretaris yang sungguh menyita waktunya untuk sekedar berbaring di tempat tidur kesayangannya. Hanindya tidak ingin menjadi Mahasiswa KuPu KuPu alias Kuliah Pulang Kuliah Pulang. Ia ingin menjadi Mahasiswa KuRa KuRa yaitu Kuliah Rapat Kuliah Rapat.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.05, mata Hanindya mulai sayu, kepalanya terasa berisik seolah berteriak agar lekaslah pulang dan istirahat dari segala penat. Hanindya terduduk lesu sambil menyandarkan tubuhnya di kursi ruangan rapat tersebut. Menatap malas kepada sang Ketua Pelaksana yang tak kunjung menyudahi rapatnya.

Kavian Mavendra, kerap di panggil Kapi. Memiliki keperawakan yang tinggi serta beberapa tahi lalat yang menghiasi wajahnya membuat Kavian semakin terlihat menawan. Kavian adalah seseorang yang memiliki kepribadian tegas dan terkesan cuek, namun tak sedikit wanita yang jatuh hati padanya.

Dengan berlandaskan banyak pengalaman yang sudah Kavian capai sehingga Ia dengan berani mengambil posisi yang sulit yaitu sebagai Ketua Pelaksana.

“Hanin, balik bareng gue kan? Udah gue pinjam helm si Katty tadi,” ucap Kavian sembari membenahi tas ranselnya yang tergantung di sebelah pundaknya. Ini bukan kali pertama mereka pulang bersama. Jok motor Kavian hanya Hanindya seorang yang berani mengisinya.

“Ya udah, ayo. Tapi mampir beli Nasi Goreng di samping sebentar ya, Oma gue nitip.” Kondisi parkiran yang saat pagi hari penuh dengan lautan kendaraan milik mahasiswa lain, kini hanya tersisa beberapa saja. “Sini, gue pakaikan helmnya,” ucap Kavian sedikit menarik lengan Hanindya dengan perlahan. “Gue bisa sendiri kali.”

“Iya, Gue tau Lo bisa, but let me..” raga Hanindya tidak bisa menolak, bagaimanapun dia juga menyukai hal ini. Kavian si Act Of Service. Sorot mata Hanindya terus menatap manik jernih bola mata Kavian di hadapannya, melihat betapa seriusnya dia memasangkan pengait helm pada Hanindya.

Kavian menurunkan standar motornya untuk memudahkan Hanindya untuk naik. Kini motor Kavian melaju perlahan membelah jalan raya yang kian memadat oleh banyaknya kendaraan lain. Tidak berselang lama motor Kavian memelan dan menepi di sebuah gerobak nasi goreng yang ramai pengunjung.

“Gue beli sebentar, ya,” ujar Hanindya.

Setelah menunggu kurang lebih 5 menit untuk mendapatkan pesanannya, Hanindya segera menuju di mana Kavian memarkirkan kendaraannya tadi.

Deg. Pemandangan apa ini yang disuguhkan pada Hanindya. Kavian sedang berbincang ria dengan seorang perempuan yang tidak pernah Hanindya temui sebelumnya. Hanindya bingung, jika ia menemui Kavian sekarang akan canggung dengan perempuan tersebut, namun bagaimanapun ia harus segera pulang.

“Udah selesai, Nin? Kita balik dulu ya, udah kesorean soalnya. Nice to meet you, Ghia.” Sapa Kavian dan mengajak Hanindya untuk lekas naik ke motor dan segera pulang. Situasi di perjalanan mendadak canggung. Hanindya yang bermonolog sendiri dalam hatinya memikirkan kejadian tadi, dan Kavian yang terasa de javu setelah melihat kekasih lamanya tersebut.

Iya, Ghia adalah seseorang yang dulu pernah ia bagi rasa cintanya kepada orang yang sangat ia sayangi tersebut. Saat gelap mulai datang dan bulan mulai menunjukkan keindahannya.

Hanindya terlihat berkutik dengan laptopnya di atas ranjangnya. Matanya terlihat fokus namun tidak dengan pikiran dan hatinya. Hanindya merasa aneh melihat Kavian bersikap tidak seperti biasanya setelah berjumpa Ghia tadi sore.

Tak! Hanindya menutup kasar laptopnya dan berguling ke samping untuk berbaring sejenak. Tubuhnya terlentang menghadap plafon kamarnya dan bertanya-tanya dalam hatinya “Ghia tadi mantannya Kapi?” “Apa Kapi bakalan balik ke dia lagi” “Gimana kalau iya?,” monolog Hanindya dalam hati.

Sedangkan Kavian di bagian Bumi lainnya tidak jauh berbeda kondisinya dengan Hanindya, Kavian juga teramat pusing memikirkan kejadian tak diduga tadi. Walaupun apa yang harus Kavian pikirkan? Ia berniat serius pada hubungannya dengan Hanindya dan Ia sudah memantapkan hatinya hanya untuk Hanindya.

Namun mengapa Ghia kembali lagi? kembali di saat Kavian telah menemukan pujaan hatinya. Kavian kesal mengingat bagaimana kandasnya hubungan dia dengan Ghia dulu. 16 Agustus 2021 adalah hari yang ditunggu-tunggu, kegiatan PKKMB ini akan dilaksanakan selama 2 hari.

Kini dua insan yang sudah tidak lama berbicara disibukkan dengan tugas masing-masing. Kavian melihat Hanindya, namun tidak berani untuk sekedar senyum atau bertegur sapa. Sedangkan Hanindya berharap agar Kavian tidak terlalu memforsir tugasnya.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, kini sudah memasuki waktu istirahat, dan konsumsi sudah mulai tersebar ke seluruh mahasiswa baru. Giliran konsumsi untuk panitia. Kavian yang bermain ponselnya mendatangi stan pembagian konsumsi bagi panitia acara.

“Ini untuk gue, kan? Hanindya udah ngambil?” tanya Kavian pada salah satu anggota divisi konsumsi di stan tersebut.

“Nah itu dia masalahnya, dari catatan sih belum ada ngambil ya, atau lo aja nih yang kasih ke dia, lo kan lagi dekat tuh, eh atau udah jadian?” iseng mereka. “Belum. Yaudah ini untuk Hanindya gue bawa ya, kalian juga jangan lupa istirahat!”

Kaki Kavian bergerak ke sana-kemari menghampiri satu-persatu panitia yang berada di lapangan menanyai keberadaan Hanindya namun tak satu pun orang yang melihatnya. Hingga saat kakinya mulai letih, Kavian berjalan ke taman dan terlihat Hanindya duduk di bawah pohon rindang seraya mengipas rambutnya.

“Hanin, kenapa belum ambil konsumsi? Nih, konsumsi buat lo,” tanya Kavian yang sudah duduk tepat di samping Hanindya. Hanindya mendongak kaget mendengar suaranya. Suara yang sudah lama tidak Ia dengar, suara yang sudah lama tidak menyapanya.

“Tadi gue mau ngambil terima kasih, ya,” ujar Hanindya canggung. “Jam istirahat tinggal 15 menit lagi, harus makan lo, ya. Gue ga bisa temenin karna ada urusan mendadak,” ucap Kavian yang langsung beranjak meninggalkan Hanindya yang termenung melihat Kavian yang semakin menjauh dari pandangannya.

Setelah waktu untuk istirahat selesai, semua mahasiswa baru diarahkan untuk masuk ke dalam aula untuk melihat serangkaian penampilan sebagai penutup acara.

“Sebelum pulang, ada satu penampilan spesial yang udah kami siapin nih, untuk adik-adik gemas dan khususnya orang spesial bagi sang penampil terakhir kita hari ini,” riuh seketika terdengar bisikan-bisikan yang menggema di aula, saling menerka-nerka

“Siapakah sosok ini? Mengapa sepertinya begitu spesial?”

“Kalau gitu langsung saja kita sambut Kavian Mavendra selaku Ketua Pelaksana kita hari ini. Beri tepuk tangan yang meriah!” teriak heboh dari MC yang membuat semua orang menganga tidak menyangka akan hal ini, termasuk seseorang yang berada di samping kanan tribun A. Dia, Hanindya yang menutup mulutnya karena shock.

Sedangkan di atas panggung, Kavian sudah duduk di tengah-tengah panggung dengan sebuah gitar yang dia pangku.

“Tes tes, sorry semuanya gue tunda dulu kalian pulangnya karena gue mau menyanyikan sebuah lagu spesial untuk orang yang tak kalah spesial, untuk orang yang berada di tribun kanan, this song is for you,” buka Kavian seraya melirik pada Hanindya yang langsung disambut godaan dari seluruh mahasiswa dan panitia.

Sedangkan Hanindya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tahu siapa orang yang berada di tribun kanan selain dirinya. “Lah, cuman gue doang nih di sini?” ucapnya dalam hati dan menyilangkan tangannya di depan seraya menatap fokus kepada Kavian di atas sana.

Terdengar suara petikkan gitar mulai mengalun indah membuat Hanindya diam tan berkutik siap untuk mendengarkannya. Seketika lampu ruangan aula dimatikan dan semua orang yang mulai menyalakan flash handphonenya mengalunkan tangannya serentak ke kanan dan ke kiri mengiringi indahnya alunan lagu yang akan dinyanyikan.

Ku coba merangkai kata cinta

Walaupun ku bukanlah pujangga yang bisa

Tuliskan kata-kata yang indah

Nyatanya tak ada nyali untuk ungkapkan

I wanna love you like the hurricane

I wanna love you like a mountain rain

So wild so pure

So strong and crazy for you

Andai matamu melihat aku

Terungkap semua isi hatiku

Alam sadarku alam mimpiku

Semua milikmu andai kau tau

Andai kau tau

Rahasia cintaku

 “Hanin, gue. Boleh ngobrol sama lo, ga?” tanya Kavian yang tidak sengaja berjumpa di backstage dengan Hanindya. “Di taman depan aula aja,” ucap Hanindya yang langsung meninggalkan Kavian di belakangnya. Setelah duduk di sebuah kursi taman, tidak ada suara obrolan yang terdengar. Hanindya yang sedang menikmati angin sepoi-sepoi, dan Kavian yang ingin mengatakan sesuatu namun tertahan.

“Lo kenapa menghindar, Hanin? Gue rasa kita udah ga pernah ngobrol layaknya dulu,” tanya Kavian mulai memberanikan diri. Hanindya gugup, bibirnya kelu untuk sekedar mengucapkan sepatah kata apa pun.

“Gue ga menghindar, gue Cuma merealisasikan kalau nyatanya lo udah punya cewe, jadi untuk apa semua yang udah kita jalani 6 bulan ini?” ujar Hanindya membuat Kavian tak dapat bergeming. “Ghia, cewe yang kita ketemu sore itu bukan cewek gue, Hanin. Gue ga tahu kenapa bisa jumpa dia setelah hampir 3 tahun dia tinggalan gue.” Jelas Kavian.

“Gue ga pernah menyesal udah jalani proses mengenal satu sama lain bareng lo, dan gue ga merasa sia-sia. Karena gimana pun dia cuma masa lalu, sedangkan lo yang gue prioritaskan sekarang. Maka dari itu, tujuan gue ngomong ini sekarang untuk konfirmasi sama lo, gue mau lo nunggu gue sebentar lagi, boleh?”

“Gue ga butuh kata-kata, Kapi. Yang gue butuhin itu action, pergerakan lo,” jujur Hanindya yang sebenarnya sudah lelah dengan status hubungan dengan Kavian yang tidak ada kemajuan.

“Tunggu gue sebentar lagi, gue pastikan kita berada salam hubungan yang realistis. Gue mohon lo yakin sama gue bahwa lo adalah sebenar-benarnya sang pemenang” jelas Kavian yang menatap lurus pada iris mata Hanindya.

Sehingga sang puan berusaha mati-matian untuk menahan otot pipinya agar tidak membentuk senyuman. Perutnya terasa dipenuhi oleh jutaan kupu-kupu yang beterbangan. “Sang pemenang, katanya.”

Penulis : Adelya Rantika

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala

Berita ini 56 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 21 November 2024 - 22:34 WIB

BALADA INSAN MUDA

Berita Terbaru

Kriminal

Pelaku Penyiraman Air Keras Dilimpahkan ke Kejaksaan

Kamis, 20 Mar 2025 - 18:09 WIB