Singkil | Atjeh Terkini Id – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan jual beli lahan plasma dengan terdakwa Yakarim M Kini kembali digelar di Pengadilan Negeri Aceh Singkil, sampai malam selasa (4/11/2025) dini hari.
Berdasarkan sidang nomor perkara 90/Pid.B/2025/PN Aci tersebut menghadirkan tiga saksi dari pihak PT Delima Makmur, yakni Breadley Alexander, Surveyor Pemetaan, Aditya staf, serta Idham Syahputra dari bagian Humas perusahaan tersebut.
Dalam acara sidang berlanjut malam dini hari turut hadir pula saksi, Yahya dan saksi fakta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Subulussalam.
Saksi pertama, Breadley Alexander, Bahwa ia menjelaskan bahwa lahan yang menjadi objek perkara adalah bagian dari rencana kebun plasma seluas 200 hektare lebih kurang tuturnya.
Lokasinya di kawasan Pegayo, Kecamatan Singkohor, yang termasuk bagian kewajiban perusahaan dalam SK Hak Guna Usaha di areal (HGU) perusahaan seluas 2.576 hektare.
“Pertemuan awal dengan terdakwa Yakarim Munir terjadi pada Maret 2022 di Restoran Bhineka, kemudian dilanjutkan di Hotel Maulida Kota Subulussalam.
Saat itu Pak Yakarim memperlihatkan peta lokasi yang akan dijual dengan harga Rp17 juta per hektare,” jelas Breadley.
Saksi berikutnya, Aditya, yang juga bertugas sebagai petugas pemetaan karyawan PT Delima Makmur, dia menyebut dirinya hanya melakukan survei dan pengambilan titik – titik koordinat lokasi untuk memastikan kelayakan lahan.
“Saya hanya dapat melakukan pemetaan dan memastikan lokasi tersebut bukan kawasan hutan produksi. Soal transaksi saya tidak tahu,” jelas Aditya.
Ia menambahkan, berdasarkan pengecekan melalui aplikasi Bumi BPN, sebagian lahan yang ditawarkan ternyata sudah bersertifikat milik pihak lain.
Sementara itu, saksi ketiga Idham Syahputra mengakui bahwa PT Delima Makmur telah memberikan uang muka (DP) sebesar Rp250 juta kepada terdakwa Yakarim Munir sebagai tanda jadi jual beli lahan plasma.
“Benar, perusahaan membayar Rp250 juta sebagai DP jual beli lahan plasma, namun proses tidak selesai dikarenakan diketahui sebagian lahan sudah bersertifikat,” ujar Idham di hadapan majelis hakim.
Hakim kemudian menanyakan soal aktivitas dilapangan sebelum transaksi rampung. Apakah ada alat berat yang bekerja di lokasi itu? Kok bisa ada pekerjaan padahal terkait transaksi belum selesai?” tanya hakim. Idham menjawab singkat, “Benar, ada alat berat yang bekerja di lahan itu, Yang Mulia.”
Sesi lain, Kuasa hukum terdakwa, Zahrul, SH, menegaskan bahwa perkara ini seharusnya tidak dikriminalisasi karena seluruh proses didasarkan pada perjanjian jual beli yang sah secara hukum.
“Kami akan membuktikan bahwa tidak ada unsur penipuan sebagaimana didakwakan. Semua proses tersebut dilakukan atas dasar kesepakatan dan perjanjian ganti rugi lahan antara Yakarim Munir dengan PT Delima Makmur,” tegas Zahrul usai sidang.
Ia menambahkan, keterangan para saksi sendiri menunjukkan bahwa hubungan antara kliennya dengan pihak perusahaan merupakan hubungan keperdataan, bukan pidana.
“Dalam klausul perjanjian sudah disitu sudah jelas disebutkan bahwa jika ada perselisihan diselesaikan melalui jalur perdataan di Pengadilan Negeri Aceh Singkil. Namun, pihak PT Delima Makmur justru langsung melaporkan ke Polda Aceh,” Ujarnya.
Menurut Zahrul, bahkan Yakarim Munir pernah berinisiatif menyelesaikan persoalan secara baik-baik. “Beliau sudah menawarkan mengembalikan uang Rp250 juta itu, asalkan seluruh dokumen tanahnya dikembalikan. Itu dilakukan secara resmi melalui kepanitraan Pengadilan Negeri Aceh Singkil,” tambahnya.
Saya menduga, bahwa langkah hukum yang ditempuh PT Delima Makmur sarat dengan upaya kriminalisasi terhadap kliennya.
“Faktanya, berdasarkan keterangan saksi Breadley, Idham, dan Yahya, Aditya, semua tindakan dilakukan atas dasar perjanjian yang sah. Maka jelas bahwa perkara ini adalah murni keperdataan, bukan pidana, dan sidang selanjutnya insyaallah pada hari jumat ini.Pungkas Zahrul.(Aiyub Bancin)














