Singkil | Atjeh Terkini.id – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Yakarim Muni di Pengadilan Negeri Aceh Singkil, saksi dari PT Delima Makmur kembali mangkir, Rabu (29/10/2025).
Sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama Cakra, Pengadilan Negeri (PN) kabupaten Aceh Singkil, kembali diwarnai dengan mangkirnya saksi-saksi pelapor dari pihak PT Delima Makmur.
Berdasarkan data resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Aceh Singkil, perkara ini terdaftar dengan Nomor: 90/Pid. B/2025/PN Skl, dengan agenda pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui pemeriksaan saksinya
Sidang berlangsung sejak pukul 11.15 WIB hingga 12.15 WIB, sebagaimana tertuang di situs resmi pn-singkel.go.id. Dari tangkapan layar situs tersebut, bahwa perkara atas nama terdakwa Yakarim Munir masuk dalam agenda pembuktian oleh JPU.

Namun, tiga saksi pelapor dari PT Delima Makmur, yakni masing-masing Ir. Supriadi, Breadley Alexander, dan Ulim, kembali tidak hadir di persidangan ke 4 kalinya juga mangkir.
Meski begitu, Majelis Hakim Persidangan tetap melanjutkan jalannya sidang dengan menghadirkan Mijan, selaku Keuchik (Kepala Desa) Singkohor di Kecamatan Singkohor, sebagai saksi.
Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim, Mijan mengungkapkan adanya aktivitas pembukaan lahan tanpa izin resmi dari pemerintah desa.
“Semasa saya menjabat, mereka membuka lahan tanpa sepengetahuan saya. Setelah digarap, baru mereka melaporkan ke desa,” ungkap Mijan di ruang sidang.
“Saya hanya lanjutnya, mengeluarkan STG maksimal dua hektar per tama. Kalau sebelum masa saya, bisa jadi sudah diperbarui atau dijual, saya tidak tahu itu urusan mereka.
Menjawab pertanyaan dari JPU, Mijan juga menegaskan dirinya tidak mengetahui soal keterlibatan langsung PT Delima Makmur dalam aktivitas lahan di wilayahnya.
Namun, saat mendapat pertanyaan dari tim kuasa hukum terdakwa, Zahrul, S.H. dan Ramlan, SH terkait aktivitas penggarapan lahan di Desa Lae Pinang dan Desa Mukti Jaya, dua desa pemekaran dari Singkohor, Mijan mengakui adanya kegiatan tersebut.
“Saya tahu ada lahan yang digarap di dua desa itu, tapi saya tidak tahu kalau lahan itu kemudian dijual kepada pihak PT Delima Makmur, saat selama masa kepemimpinannya, pemerintah desa hanya berani mengeluarkan surat garapan atau sporadik maksimal dua hektar per – orang.” jelasnya. (Aiyub bancin)













