Singkil | Atjeh Terkini.id – Sekretaris Jenderal ALAMP AKSI Aceh Singkil, Abdul Dawi Bancin, S.AP, mendesak Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Singkil untuk meninjau ulang bahkan membatalkan rencana pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dijadwalkan berlangsung pada 24–26 November 2025 di Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil.
Dalam keterangannya, Abdul Dawi Jumat (21/11/2025) menegaskan bahwa secara prinsip kegiatan Bimtek, pelatihan, dan penyuluhan bagi perangkat desa merupakan instrumen penting untuk meningkatkan kapasitas aparatur dalam pengelolaan Dana Desa.
“Kegiatan ini seharusnya melahirkan inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan pembangunan dan ekonomi masyarakat desa,” ungkapnya.
Namun, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pihaknya, Bimtek di Aceh Singkil selama ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan desa.
“Setiap tahun perangkat desa mengikuti Bimtek sebanyak 3–5 kali, tetapi hasilnya tidak terlihat. Kegiatan ini justru lebih mirip ajang bancakan,” tegas Dawi.
Ia menilai kegiatan Bimtek kerap dimanfaatkan oleh pihak tertentu sebagai upaya memperkaya diri atau kelompok.
Lebih lanjut, Dawi menyoroti kondisi pemerintah yang sedang menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, sehingga setiap rupiah harus digunakan tepat sasaran.
Namun demikian, pihaknya menemukan adanya instruksi kepada ibu PKK, para Geuchik/Kepala Kampong, serta kader Posyandu se-Kabupaten Aceh Singkil untuk mengirim dua peserta mengikuti Bimtek bertema:
“Peningkatan Kapasitas dan Keterampilan TP Posyandu dalam Menangani Stunting” yang digagas oleh lembaga Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Aparatur Negara (PUSBANGPAN).
Kegiatan tersebut dibebankan biaya Rp4.000.000 per orang, dengan estimasi total anggaran mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
Dawi menilai Bimtek ini terkesan dipaksakan dan boros, apalagi pelatihan tersebut bisa dilaksanakan di Aceh Singkil tanpa harus memobilisasi peserta ke Pulau Banyak.
“Ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa ada upaya memperkaya diri atau kelompok dengan dalih melaksanakan Bimtek,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Abdul Dawi menyerukan kepada Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Singkil untuk mengambil langkah tegas demi melindungi keuangan daerah serta memastikan program pelatihan benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat desa.
DASAR HUKUM TERKAIT BIMTEK & EFISIENSI ANGGARAN
Berikut landasan hukum yang relevan dengan kritik terhadap pelaksanaan Bimtek berbiaya besar dan tidak efisien:
1. Instruksi Presiden (Inpres) Terkait Efisiensi dan Pengelolaan Anggaran beberapa Inpres yang relevan antara lain:
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, dan Pengadaan Barang dan Jasa menegaskan prinsip efisiensi, efektivitas, dan prioritas penggunaan anggaran.
(Meski diterbitkan saat pandemi, prinsip efisiensi masih berlaku dan menjadi acuan umum dalam pengelolaan anggaran negara/daerah.)
2. UU dan PP Pengelolaan Keuangan Daerah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mengatur kewajiban pemerintah daerah mengelola anggaran secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Menegaskan bahwa setiap kegiatan harus memberikan manfaat langsung terhadap sasaran pembangunan daerah serta menghindari pemborosan.
3. Permendagri tentang Perjalanan Dinas dan Bimtek. Permendagri Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Aparatur.Bimtek wajib memperhatikan kebutuhan daerah dan prinsip efisiensi.
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur bahwa kegiatan pelatihan harus berbasis kebutuhan, bukan sekadar formalitas, serta dilarang bersifat pemborosan anggaran.
4. UU Desa
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Penggunaan Dana Desa harus prioritas pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, bukan kegiatan seremonial berulang.
5. Aturan Pencegahan Pemborosan dan Korupsi UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 (Tipikor).
Pemborosan anggaran negara/daerah termasuk kategori perbuatan melawan hukum jika merugikan keuangan negara.dan sudah seharusnya pihak Aparatur penegakkan hukum (APH) pemerintah Daerah memeriksa langsung relesasi kegiatan keuangan negara agar bisa dipertanggungjawabkan oknum oknum kepala desa, tutupnya (Aiyub Bancin)















