BANDA ACEH l Atjeh Terkini.Id- Wakil Gubernur Aceh, H. Fadhlullah, S.E., menekankan bahwa keteguhan masyarakat Aceh dalam memegang Komitmen adalah kunci utama keberlangsungan perdamaian di Aceh selama dua Dekade terakhir.
Penegasan ini disampaikan saat menerima kunjungan peserta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Badan Intelijen Negara (BIN) di Aula Rumah Dinas Wakil Gubernur Aceh, Selasa (7/10/2025) malam.
“Perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005 telah berjalan selama 20 tahun.
Banyak pihak bertanya mengapa perdamaian di Aceh bisa bertahan lama. Salah satu jawabannya adalah keteguhan masyarakat Aceh dalam memegang sebuah komitmen,” ujar Fadhlullah, yang akrab disapa Dek Fadh.
Ia menambahkan bahwa hal ini juga menjadi perhatian para duta besar negara sahabat yang hadir pada peringatan 20 tahun Hari Damai Aceh. “Mereka kagum karena Aceh berhasil menjaga stabilitas sosial dan keamanan dalam jangka waktu yang panjang setelah konflik bersenjata,” katanya.
Peringatan dua Dekade perdamaian Aceh di Balee Meuseuraya Aceh dihadiri oleh perwakilan dari 14 kedutaan besar, di mana empat di antaranya hadir langsung.
Fadhlullah menegaskan bahwa masyarakat Aceh telah belajar dari sejarah panjang konflik yang menyisakan penderitaan. “Tidak ada kemenangan dalam peperangan. Tidak ada ketenangan dalam peperangan. Yang ada hanya kerugian dan duka bagi semua pihak. Karena itu, kami memilih perdamaian sebagai satu-satunya jalan menuju kemenangan bersama,” tegasnya.
Meski masih ada beberapa butir Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang belum sepenuhnya terealisasi, Fadhlullah menegaskan bahwa masyarakat Aceh tetap berkomitmen menjaga perdamaian demi terciptanya suasana aman dan nyaman.
Pertemuan tersebut berlangsung hangat dan interaktif, dengan dialog antara peserta Diklat BIN dan Wagub mengenai sejarah konflik dan rekonsiliasi di Aceh.
Ketua Tim Diklat BIN, Soemirati Baskoro, menjelaskan bahwa peserta Diklat dibagi menjadi dua kelompok, yang ditugaskan ke Aceh dan Sulawesi Utara. “Kami memilih kedua daerah ini karena memiliki karakteristik khusus, yakni daerah pasca-konflik dan daerah perbatasan. Ini penting untuk memperkaya wawasan peserta mengenai dinamika sosial dan keamanan nasional,” ujarnya.
Soemirati juga menyampaikan apresiasi kepada Wakil Gubernur Aceh atas penerimaan dan keterbukaannya. “Terima kasih atas sambutannya, Pak Wagub. Kami optimistis duet Pak Mualem dan Pak Fadhlullah, yang sama-sama berasal dari akar rumput, akan membawa Aceh menuju kemajuan yang lebih baik,” pungkasnya. (**)
Rilis ; Missri
Editor : Dicky