Langsa | Atjeh Terkini.id – Sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur PDAM Tirta Kemuning Langsa memunculkan tanda tanya besar di mata publik.
Pasalnya, meski tidak ada satupun alat bukti dalam persidangan yang menguatkan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan. Sikap jaksa ini dinilai mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan.
Kuasa hukum terdakwa menilai tuntutan tersebut mencerminkan keberpihakan jaksa pada konstruksi dakwaan yang telah dibantah oleh bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan.
“Selama proses sidang, telah dihadirkan bukti surat, saksi-saksi fakta, hingga pendapat ahli. Semua menunjukkan bahwa dakwaan jaksa tidak didasarkan pada landasan hukum yang kuat. Tapi anehnya, tuntutan yang dibacakan seolah-olah mengabaikan fakta-fakta persidangan” ujar M Permata Sakti di dampingi Raihan dan Aulia Ikhsan Yusbi selaku pengacara mantan Direktur PDAM Tirta Kemuning Langsa dalam siaran pers yang diterima media ini, Senin (07/07/2025).
Menurutnya, salah satu fakta kunci yang diabaikan jaksa adalah tindakan pembelian tawas oleh PDAM Langsa kepada pihak ketiga atau supplier dilakukan demi kepentingan masyarakat Kota Langsa dengan memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat.
Bahkan, berdasarkan fakta persidangan, diketahui bahwa harga tawas batu yang dibeli oleh PDAM pada pihak supplier sejak tahun 2020 sampai dengan 2022 berkisar pada harga Rp.5000 sampai dengan Rp.6.400,- per kilogramnya, yang mana harga jual tawas batu oleh supplier tersebut lebih murah dibandingkan harga pasar di Kota Langsa yang berkisar pada harga Rp.7.000 sampai dengan Rp.7.700 per kilogramnya.
Selain itu, mengingat kondisi keuangan PDAM Kota Langsa pada saat itu, kebijakan pembelian tawas melalui pihak ketiga atau supplier merupakan keputusan yang tepat karena pembayaran kepada pihak supplier dapat dilakukan dengan cara mencicil sesuai dengan kemampuan keuangan PDAM Kota Langsa yang hanya bersumber pada pembayaran tagihan air masyarakat Kota Langsa, sehingga dirasa sangat efektif dan efisien serta dapat dipertanggung jawabkan dari sisi keuangan PDAM Kota Langsa.
“Jadi jelas tidak ada kerugian negara. Tidak ada mark-up. Tidak ada niat memperkaya diri sendiri atau orang lain. Semua keputusan yang diambil oleh klien kami adalah demi menjamin kebutuhan dasar masyarakat kota Langsa, yaitu akses terhadap kebutuhan air bersih” tegas kuasa hukum.
Ia pun mempertanyakan mengapa fakta tersebut diabaikan oleh jaksa, dan justru kliennya tetap dituntut seolah-olah merugikan negara. Padahal dalam fakta persidangan, tidak ditemukan adanya kerugian negara yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
“Kami tidak sedang bicara soal membela kesalahan. Tapi ketika tidak ada satu pun bukti yang menguatkan tuduhan, maka tuntutan menjadi tidak masuk akal. Ini bukan hanya merugikan terdakwa, tapi mencederai nilai keadilan terhadap sistem peradilan,” tegasnya.
Pihaknya berharap Majelis Hakim mampu melihat substansi perkara secara jernih dan tidak terpengaruh oleh tuntutan yang dinilai menyimpang dari fakta persidangan. Ia menekankan bahwa pengadilan adalah tempat mencari kebenaran, bukan tempat membenarkan dakwaan yang lemah.
“Melalui nota pembelaan yang telah kami siapkan, kami tuangkan seluruh keganjilan dan fakta-fakta persidangan yang selama terungkap dalam persidangan dan diabaikan oleh penuntut umum. Kami percaya, hanya hati nurani yang jernih mampu membaca kebenaran di balik tuntutan yang tak berdasar. Kini kami serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan Majelis Hakim untuk memutus dengan adil dan objektif,” pungkasnya.(**)