Aceh Timur l Atjeh Terkini.Id- Diduga oknum Bidan berinisial (MA), warga Kecamatan Rantau Peureulak Desa Seumanah Jaya, melakukan praktek ilegal melayani jasa memutihkan kulit dengan menggunakan vitamin C dan kolagen diketahui pelaku bukan seorang dokter melainkan seorang bidan.
“Dia mengedarkan sediaan farmasi tidak pada keahlian serta kewenangan melakukan praktik farmasi dan tanpa hak melakukan praktek kedokteran dengan memberikan suntikan pemutih kepada masyarakat luas, bahkan kegiatan yang diduga ilegal tersebut dipromosikan melalu akun sosial media pelaku dengan tulisan “SHIDA HOME CARE” invus whitening.
Melalui hasil pantauan media ini di akun Facebook pelaku yang bernama Shida Akhena II, mempromosikan suntik whitening dengan caption “yang mau invus whitening yuk beb aman yes untuk daya tahan tubuh juga bisa yes banyak manfaat nya syg jangan takut ya kita berawal dari basic dose yaitu dosis rendah, bertahap dia ya syg gak langsung ke boster/chromosme”.
Dari hasil investigasi media ini MA adalah seorang bidan lulusan akademi kebidanan harapan ibu Langsa. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 197 UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidan maksimal 15 tahun. Dan pasal 78 UU No 29 tahun 2004 tentang kedokteran.
Bidan MA kepada media ini berkilah bahwa yang dia lakukan bukan suntik pemutih melainkan suntik vitamin, mengenai promosi yang dia buat di akun sosial media miliknya MA berdalih temannya yang edit dia hanya memposting.
MA juga mengatakan, jangan kamu kira orang tidak tau hukum saya ini mantan persit, hukum dan undang-undang aku tau semuanya, aku baru selesai kuliah jadi jangan sok tau, cari makan yang halal jangan ganggu rejeki orang ucap MA yang bekerja disalah satu Puskesmas Aceh Timur melalui pesan whatsap kepada media ini
Ketua IDI Aceh Timur Dr. Reza Fazri Prasetyo, Sp. An-TI, MH, mengatakan, sebagai organisasi IDI Aceh Timur dan seluruh anggotanya tentu harus berpegang teguh pada UU praktek kedokteran dan regulasi yang ada.
“Saya menilai perlu adanya aturan yang tegas mengenai kewenangan bidan. Selain itu perlu adanya supervisi dari Pengurus Besar Ikatan Bidan Indonesia untuk melakukan pembinaan etik,” ujarnya.
Di sisi lain, saya juga menilai publik perlu diedukasi bahwa tidak semua kasus penyakit dapat ditangani oleh bidan. Untuk keluhan sakit di luar masalah kebidanan, saya menilai pasien sebaiknya dibawa berobat ke dokter.
“Ke puskesmas juga bisa, ada dokter. Jika dokter umum tidak bisa menangani, dirujuk ke RSU,” ungkapnya lagi.
Berkenaan dengan klinik kecantikan yang sedang marak sekarang juga menjadi polemik karena sering disalah gunakan oleh banyak tenaga kesehatan, padahal kita tahu itu juga merupakan tindakan praktek kedokteran dan sudah jelas diatur di undang-undang kesehatan.
“Jadi saya merasa kita semua sebagai tenaga kesehatan utk kembali melihat apa hak dan tanggung jawab serta kewenangan yang melekat pada profesinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pada kita masing-masing karena semua sudah diatur oleh undang-undang, jangan nanti akhirnya akan merugikan pasien dalam ini masyarakat yg mungkin masih awam dan tentunya bisa merugikan diri sendiri,” tandas Dr. Reza Fazri Prasetyo, Sp. An-TI, MH. Kes Ketua İDİ Aceh Timur yang juga Praktisi Hüküm Kesehatan itu. (**).