Banda Aceh | Atjeh Terkini.id – Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Aceh, Rifqi Maulana, S.H., kembali mengingatkan pemerintah dan masyarakat Aceh akan pentingnya status wilayah Blok OSWA (Offshore South West Aceh) yang kini berada di tengah sengketa administratif antara Aceh dan Sumatera Utara.
Blok OSWA merupakan wilayah kerja minyak dan gas (migas) yang strategis, mencakup perairan sekitar Pulau Lipan, Pulau Panjang, Mangkir Kecil, dan Mangkir Besar. Berdasarkan estimasi, blok ini memiliki cadangan gas sebesar 280 hingga 320 BCF (Billion Cubic Feet), atau sekitar 8 miliar meter kubik. Jika dihitung dengan asumsi harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBtu dan kurs Rp 16.000 per dolar, potensi nilai ekonominya mencapai Rp 27,1 triliun.
“Ini bukan angka kecil dan jangan dianggap remeh. Jika Blok OSWA diakui sebagai bagian dari wilayah Aceh, sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), Aceh berhak memperoleh hingga 70 persen dari hasil migas tersebut,” jelas Rifqi dalam wawancara eksklusif dengan media ini, Selasa (17/6/26).
Sebaliknya, jika wilayah ini ditetapkan masuk dalam wilayah administrasi Sumatera Utara, maka sistem pembagian hasil migas berlaku secara nasional biasa. Akibatnya, Aceh hanya akan menerima porsi kecil dari potensi besar tersebut.
Menurut Rifqi, potensi Blok OSWA tidak hanya soal nilai ekonomi, tetapi juga menyimpan harapan besar dalam pengembangan ekonomi daerah dan pengentasan kemiskinan, terutama di wilayah pesisir Barat-Selatan Aceh yang masih tertinggal. Pengembangan blok ini diyakini akan membuka ribuan lapangan kerja baru, mulai dari sektor energi, jasa pendukung, hingga transportasi laut. Hal ini juga dapat mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal serta menambah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Bayangkan, proyek sebesar ini bisa dikelola langsung dari Aceh. Ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga soal kedaulatan dan masa depan anak muda Aceh yang membutuhkan lapangan kerja,” tegasnya.
Rifqi juga mengingatkan bahwa Pulau Panjang memiliki rekam jejak panjang dalam produksi migas yang sudah dimulai sejak tahun 1928. Selain cadangan gas, Pulau Panjang diperkirakan masih menyimpan cadangan minyak sebesar 4,5 juta Stock Tank Barrel (STB). “Ini menunjukkan kawasan tersebut bukan hanya potensi, melainkan sudah terbukti secara historis sebagai wilayah penghasil migas,” tambahnya.
Karena itu, Rifqi mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, DPR Aceh, tokoh masyarakat, hingga aktivis dan mahasiswa untuk bersatu menyuarakan agar wilayah Blok OSWA tetap menjadi bagian dari Aceh. Menurutnya, upaya advokasi dan negosiasi harus terus diperkuat agar potensi migas yang besar ini bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Aceh.
“Ini bukan hanya persoalan klaim administratif atau politik, tapi juga masa depan ekonomi rakyat Aceh yang harus kita jaga bersama,” pungkas Rifqi.(TTM)